Yesus Disalibkan

Peristiwa penyaliban ini adalah puncak penderitaan-Nya. Selama perjalanan sengsara ditempuh-Nya dalam diam, tanpa keluhan dan rintihan. Perjalanan yang meletihkan dan menyakitkan itu menunjukkan kekuatan fisik yang luar biasa.  Ketahanan mental terbukti ketika Dia mampu memberikan dukungan bagi orang-orang yang dikasihi-Nya selama perjalanan itu walaupun sejatinya hukuman salib adalah hukuman yang sangat memalukan bagi-Nya. Dalam budaya dan norma bangsa Yahudi hukuman salib dapat dianggap menerima kutukan dari Allah (Ul. 21:23). Yesus menderita kelelahan hebat, diawali dari taman Getsemani, kelelahan itu terakumulasi sampai pada Golgota, sepanjang malam Yesus terjaga tanpa istirahat. Tanggung jawab menjalankan tugas Bapa, integritas, keberanian dan pengorbanan sempurna ditunjukkan-Nya demi kasih pada manusia, yang justru menikam-Nya.

Peristiwa ini merupakan bertujuan agar orang percaya bertanggung jawab menjaga kesehatan tubuh sebagai bait Allah. Tanggung jawab tersebut tidak hanya sebatas kepada pemeliharaan fisik namun lebih jauh bertanggung jawab atas segala tugas dan panggilan yang Tuhan berikan. Selama perjalanan sengsara ditempuh-Nya dalam diam, hal ini mengajarkan agar dalam menjalankan tanggung jawab tanpa ada keluh dan sungut-sungut sebagaimana bangsa Israel lakukan ketika  berjalan di padang gurun. Dia mengajarkan kepada orang percaya untuk tidak bersungut dan mengeluh dalam kondisi sulit. Kunci dari hal ini adalah senantiasa bersyukur dalam segala keadaan. Melalui peristiwa ini Tuhan juga mengajarkan mengenai pengorbanan bagi sesama dan integritas mulia.

Sesudah menyalibkan Dia mereka membagi-bagikan pakaian-Nya dengan membuang undi. Lalu mereka duduk di situ menjaga Dia. Dan di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia dihukum: “Inilah Yesus Raja orang Yahudi!”
Matius 27:35-37