
Kenyataan bahwa kita adalah umat pilihan Tuhan bukan ditunjukkan melalui kata-kata melainkan tindakan kita. Bagaimana mungkin kita membuat pernyataan bahwa kita hidup dalam terang Allah sedangkan masih ada akar pahit dalam hati, kebencian, dendam, perselisihan, pertengkaran, iri hati terhadap orang lain? Mustahil kita dikatakan hidup dalam terang Allah jika kita masih hidup dalam kegelapan, hidup dalam ketidakbenaran. hidup tidak menuruti ajaran-Nya yakni untuk saling mengasihi satu dengan yang lainnya, sebagaimana Ia terlebih dahulu telah memberikan teladan bagi kita dengan mati di atas kayu Salib sebagai bukti Ia mengasihi kita, yang seharusnya kitalah yang menanggung hukuman dari Allah karena pemberontakan kita terhadap-Nya.
Jadi, bagaimana sekarang? Apakah kita tetap mempertahankan ego, harga diri, kepentingan kita sendiri? Atau bersediakah kita melepaskannya demi rekonsiliasi dengan orang lain supaya kita berada dalam terang yang sejati?
Tuhan menginginkan setiap kita hidup dalam persekutuan antara satu dengan yang lainnya. Bilamana terjadi perselisihan atau pertengkaran, janganlah hal itu dibiarkan. Datanglah kepada sesamamu, selesaikan, berdamailah dengannya.
Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa.
1 Yohanes 1:7