
Saya mempunyai keponakan berumur empat tahun. Keponakan saya seringkali berkujung ke rumah dan bermain dengan anak-anak tetangga di perumahan saya meskipun umur mereka jauh lebih banyak dibanding keponakan saya. Waktu itu keponakan saya memegang sebuah permen dan hendak membukanya, tiba-tiba salah satu dari mereka merampasnya. Keponakan saya awalnya terdiam lalu tertawa dan tetap bermain dengan mereka.
Ada pula kejadian di mana keponakan saya kerap menerima janji palsu, ketika hendak ditinggal orang tuanya untuk membeli sesuatu, ia dijanjikan sebuah boneka jika tidak menangis, namun nyatanya boneka itu tidak pernah ada. Yang unik dari sifat anak-anak kecil ini adalah mereka tidak menyimpan sakit hati dan tetap mau menerima orang lain.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita masih tetap mau menerima orang lain ketika mereka sudah dengan terang-terangan menyakiti kita? Apakah kita akan tetap bersahabat dengan mereka ketika mereka telah dengan sengaja merampas apa yang seharusnya menjadi hak kita? Kita mungkin memiliki fisik yang jauh lebih baik dibandingkan dengan anak-anak, namun hati kita jauh lebih buruk dari hati yang dimiliki oleh anak-anak.
Mari kita sama-sama belajar untuk bisa menjadi seperti anak-anak di mana kita tidak menyimpan kemarahan kepada orang lain. Anak-anak dengan cepat melupakan kesalahan orang lain, maka kita juga harus dengan cepat mengampuni orang lain. Tidak baik membiarkan kepahitan tumbuh di dalam hati, maka kita harus bisa menghapusnya dengan kasih.
Tetapi Yesus memanggil mereka dan berkata: “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.
Lukas 18:16